UNDANGAN PAMERAN GALERI NASIONAL INDONESIA, 8–24 MEI 2013

Pameran Nusantara 2013

Pameran Seni Rupa Nusantara 2013

                                 

 TEMA                   :   ”Meta – Amuk”

WAKTU               :    8 – 24 Mei 2013

PERESMIAN      :    Rabu, 8 Mei 2013,  pukul : 19.00  WIB – selesai

Pameran akan diresmikan oleh :

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Bidang Kebudayaan

TEMPAT             :    Galeri Nasional Indonesia, Jakarta

KARYA               :    Lukisan, Patung, Seni Cetak, Fotografi, Video Art, Object, Instalation Art, Kriya, Drawing.

PESERTA           :     Calon peserta terdiri dari para perupa yang perorangan atau kelompok dari

berbagai  wilayah di Indonesia, berdasarkan proses seleksi tim kurator dan

juga berdasarkan undangan khusus dari pihak Galeri Nasional Indonesia.

TIM KURATORIAL         :  Kuss Indarto   (curator)

Asikin Hasan   (curator)

KOORDINATOR PAMERAN :

Zamrud Setya Negara                 (exhibition coordinator)

Rizki Ayu Ramadhana                 (exhibition coordinator)

Email    : pameran.nusantara2013@gmail.com

Informasi selengkapnya terlampir.

Kuratorial

Pameran Nusantara 2013:

“Meta-Amuk”

SECARA historis, “tradisi” mengritik, atau protes sebagai bagian dari sebuah perlawanan telah muncul sejak lama. Tapa pepe atau bertapa dengan jalan berjemur diri di bawah panas sinar matahari adalah contoh kasus yang pernah terjadi pada zaman Majapahit. Dalam novel “Gajah Mada”, penulis Langit Kresna Hariadi mengisahkan bahwa Raja Majapahit kala itu, Ra Kuti, mendapatkan tampuk kekuasaan dengan cara-cara yang dianggap rakyat tidak sah. Lewat intrik dan jalan kelicikan, Ra Kuti merebut kursi kerajaan dari Raja Jayanegara. Ra Kuti memang bukan orang lama dalam pemerintahan. Dia memiliki jabatan elit di kerajaan, yakni sebagai anggota Dharmaputera.

Kenyataan itu membuat geram rakyat. Selain meraih kekuasaan dengan cara yang tidak sah, kebijakan yang dibuatnya juga merugikan rakyat. Sistem ekonomi kacau balau dan terjadi krisis pangan yang luar biasa. Maka, rakyat memberontak dengan menggelar aksi tapa pepe. Sayang, ketika tapa pepe digelar, Ra Kuti mengerahkan pasukan dan menyapu demonstran dengan kekerasan. Namun sejarah mencatat, tak lama setelah itu, Ra Kuti berhasil digulingkan. Inilah gambaran kecil betapa tapa pepe sebagai bentuk perlawanan rakyat telah ada dalam sejarah kultur demokrasi ala Nusantara.

Tapa pepe ini juga terjadi atau berlanjut sebagai kebiasaan yang muncul di bentang waktu berikutnya dan di kawasan lain, seperti di masa pemerintahan kerajaan Mataram (Islam) hingga pecah menjadi Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta.

Di Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta, tradisi dan kegiatan protes tidak hanya dilakukan secara berkelompok, tetapi juga secara perorangan. Tempat untuk menggelar aksi protes pun sudah disiapkan secara khusus. Tempat aksi protes acap kali dilakukan di alun-alun keratin, atau halaman depan istana raja.

Protes ini tidak dianggap “pembangkangan” terhadap raja. Sebab, dengan posisi raja sebagai “pengembang keadilan”—perwujudan Ratu Adil, maka aksi protes atau tapa pepe itu dianggap sah dan diakui sebagai hak dasar rakyat. Menariknya, sekalipun pelaku tapa pepe hanya perorangan, tak jarang raja langsung merespons dengan memanggil dan menanyakan maksudnya.

Selain di Jawa, tradisi protes dan kebebasan berpendapat juga dikenal oleh masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan. Sejarawan Bugis, Prof. Dr. Mattulada bahkan mencatat bahwa hak protes dalam masyarakat Bugis sudah diatur dalam sistem dan norma. Salah satu prinsip demokrasi Bugis, yang sudah dijalankan jauh sebelum Eropa mengenal terminologi demokrasi, adalah konsep “kedaulatan rakyat”, seperti tersirat di bawah ini:

Rusa taro arung, tenrusa taro ade,

Rusa taro ade, tenrusa taro anang,

Rusa taro anang, tenrusa taro tomaega.

(Batal ketetapan raja, tidak batal ketetapan adat; Batal ketetapan adat, tidak batal ketetapan kaum; Batal ketetapan kaum, tidak batal ketetapan Rakyat banyak)

Orang Bugis juga sudah mengenal konsep “kemerdekaan manusia” (amaradekangeng). Ini ditulis dengan jelas dalam Lontarak, naskah kuno beraksara Bugis-Makassar. Di situ sudah tertulis prinsip berikut:

Niaa riasennge maradeka, tellumi pannessai:

Seuani, tenrilawai ri olona.

Maduanna, tenriangkai’ riada-adanna.

Matellunna, tenri atteanngi lao ma-niang,

lao manorang, lao orai, lao alau, lao ri ase, lao ri awa.

 

(Yang disebut merdeka (bebas) hanya tiga hal yang menentukannya: pertama, tidak dihalangi kehendaknya; kedua, tidak dilarang mengeluarkan pendapat; ketiga tidak dilarang ke Selatan, ke Utara, Ke Barat, ke Timur, ke atas dan ke bawah. Itulah hak-hak kebebasan)

Dalam pengakuan mengenai “Hak Protes”, masyarakat Bugis sudah mengaturnya dalam sistim adat. Ada lima bentuk aksi protes yang dikenal oleh masyarakat Bugis:

1. Mannganro ri ade’: hak mengajukan petisi atau permohonan kepada raja untuk mengadakan suatu pertemuan tentang hal-hal yang mengganggu kehidupan rakyat. Ini adalah model aksi yang mirip dengan pengajuan petisi, pernyataan sikap, atau konferensi pers di jaman sekarang.

2. Mapputane‘: hak untuk menyampaikan keberatan atau protes atas perintah-perintah yang memberatkan rakyat dengan menghadap raja. Jika itu menyangkut kelompok, maka mereka diwakili oleh kelompok kaumnya untuk menghadap raja, tetapi jika perseorangan, langsung menghadap raja. Ini model aksi yang mirip dengan metode negosiasi di jaman sekarang.

3. Mallimpo-ade’: protes yang dilancarkan kepada raja yang bertindak sewenang-wenang atau pejabat kerajaan lainnya. Biasanya, jalan ini ditempuh setelah metode Mapputane’ menemui kegagalan. Pelaku protes Mallimpo-ade’ tidak akan meninggalkan tempat protes sebelum permasalahannya selesai. Ini hampir mirip dengan model-model aksi pendudukan yang menginap berhari-hari bahkan berbulan-bulan di lokasi aksi.

4. Mabbarata, hak protes rakyat yang sifatnya lebih keras, yang biasanya dilakukan dengan berkumpul di balai pertemuan (barugae). Aksi protes ini biasanya akan meningkat menjadi perlawanan frontal (pemberontakan) andaikan raja tidak segera menyelesaikan tuntutan rakyat. Ini mirip dengan rapat akbar atau vergadering yang sudah dikenal sejak jaman pergerakan anti-kolonial.

5. Mallekke’ dapureng, aksi protes rakyat yang dilakukan dengan cara berpindah ke negeri lain. Hal ini dilakukan jikalau empat metode aksi di atas gagal menghentikan kesewenang-wenangan sang Raja. Ini mirip dengan gerakan protes sekarang yang disebut “suaka politik” ke negara lain.

Dengan melihat sekelumit sejarah di atas, adalah sangat naïf, bahkan memalukan, jikalau pemerintah sekarang alergi dengan aksi protes. Sebab, aksi protes bukanlah sesuatu yang buruk, justru dipandang perlu untuk “menyehatkan pemerintahan”.

***

KIRANYA, perca-perca contoh sederhana di atas bisa memberi gambaran betapa masyarakat telah lama memiliki tradisi untuk bersuara memberi masukan, kritik bahkan protes terhadap penguasa. Dan ruang atau sistem untuk itu juga tersedia.

Dalam dunia kreatif seni rupa, tradisi kritik, protes, atau pun perlawanan juga mendapat tempat. Kita bisa mencomot sedikit contoh untuk ditampilkan sebagi deret kecil representasi atas kecenderungan itu. Lukisan “Penaklukan Diponegoro” (1857) karya Raden Saleh Sjarief Boestaman adalah contoh legendaris betapa sang seniman sebagai nasionalis ingin memberi perlawanan kultural dengan memberi perspektif bandingan atas lukisan “Penyerahan Diri Diponegoro kepada Kapten De Kock” (1830) karya Nicolaas Pieneman.

Lebih dari seabad setelah itu, muncul karya serigrafi karya Hardi, “Presiden R.I. 2001” yang menjadi salah satu ikon Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB) sekitar tahun 1974. Karya ini telah memberi sinyal tentang otoritarianisme Soeharto yang perlu dikritisi dengan munculnya para pemimpin baru. Sosok Hardi dalam karya tersebut seperti sebuah personifikasi masyarakat yang mulai butuh pemimpin alternatif yang tidak tiranik. Sinyal itu ternyata menemu pembenaran dalam realitas politik karena Soeharto baru jatuh 24 tahun setelah karya itu dibuat, yakni tahun 1998.

Dan dalam ranah seni rupa, salah satu penanda penting dari kejatuhan rezim Soeharto dua tahun sebelum pergantian milenium itu adalah kelahiran lukisan “Berburu Celeng” gubahan Djoko Pekik. Karya tersebut menjadi penanda, komentar, sekaligus kritik betapa kepemimpinan yang lalim telah dibiarkan bertahun-tahun lamanya berkuasa dan menghabiskan sekian banyak nilai-nilai mulia yang berkembang dalam perikehidupan berbangsa.

Kuratorial pameran ini kiranya mencoba menyoal perihal persoalan mendasar dari fungsi seni rupa selain sebagai ekspresi pribadi, yakni sebagai memiliki fungsi sosial dengan menggagas perkara sosial kemasyarakatan dalam cakupan yang lebih luas. Tajuk “Meta-Amuk” dihasratkan menjadi gambaran bagi seniman untuk mengurai persoalan tentang dunia dan tradisi kritik, protes, atau perlawanan sebagian yang melekat dalam budaya di Nusantara. Kata “meta” (melampaui) dan “amuk” (perilaku mengamuk untuk melakukan praktik kekerasan fisik) memberi semacam landasan bahwa karya-karya yang diharapkan lahir lewat tema ini telah melampaui masalah-masalah fisik, namun diandaikan begitu simbolik. Membincangkan sebuah perubahan kekuasaan, misalnya, tak harus digambarkan dengan darah, pedang terhunus, dan sebagainya.

 

Tema tersebut kiranya sangat relevan dengan kondisi sosial kemasyarakatan akhir-akhir ini yang hendak menjemput datangnya pemerintahan dan sosok pemimpin baru tahun depan. Ada sekian banyak kasus anarkhisme dan situasi khaotik/khaos (kacau), namun diharapkan justru akan melahirkan karya-karya yang mampu melampaui anarkhisme tersebut dalam penggambaran dan penyampaian lewat sistem representasinya. ***

Tim Kurator:

Kuss Indarto

Asikin Hasan

  1. CATATAN BAGI PESERTA PAMERAN
  • Calon peserta terdiri dari para perupa perorangan/kelompok dari berbagai  wilayah di Indonesia, berdasarkan proses seleksi tim kurator, serta undangan khusus dari pihak Galeri Nasional Indonesia.
  • Setiap calon peserta WAJIB MENDAFTARKAN DAN MENGISI FORMULIR yang disediakan panitia PALING LAMBAT tanggal 10 April 2013, melalui email pameran.nusantara2013@gmail.com

Alamat pengembalian Formulir Pendaftaran/ Kesediaan calon peserta adalah:

                Panitia Pameran Seni Rupa Nusantara 2013  Meta – Amuk”

Galeri Nasional Indonesia

Jl. Medan Merdeka Timur no.14 (depan Stasiun KA. Gambir), Jakarta Pusat – 10110

TEL/ FAX              : 021 – 34833954 / : 021 – 3813021

Email                     : pameran.nusantara2013@gmail.com

u.p.         Rizki Ayu Ramadhana (087829511404)

Zamrud Setya Negara (081314821331)

  • Setiap peserta WAJIB menyertakan keterangan CV/Biodata dan konsep karya dalam BAHASA INDONESIA sebagai DATA FILE (Word Document). Biodata terdiri dari : Data diri, alamat lengkap, prestasi, dan photo diri serta image karya yang akan dipamerkan (High Resolution).
  • Bagi Peserta yang belum melengkapi data guna keperluan cetak katalog pada waktu yang telah ditentukan panitia, maka panitia akan menggunakan data seadanya.
  1. CATATAN TENTANG KARYA               

                               

  • Pengerjaan dan penyiapan karya adalah tanggung jawab peserta
  • Karya yang diajukan untuk dipamerkan merupakan karya baru / lama yang dibuat dalam rentang waktu dari tahun 2011 hingga 2013, serta milik masing-masing peserta.
  • Karya yang dipamerkan merupakan hasil tanggapan, atau ada relevansinya terhadap tema

Meta – Amuk”

  • Karya berupa: Lukisan, Patung, Seni Cetak, Fotografi, Video Art, Object, Instalation Art, Kriya, Drawing.
  • Media dan teknik pembuatan karya tidak mengikat/ BEBAS.
  • Setiap peserta kengirimkan dua buah karya dalam bentuk image/foto ukuran 10 R (dikirim via pos) atau dalam bentuk soft data image resolusi minimal 500 kb dan maksimal 4 mb (dikirim via email) untuk bahan seleksi tim kurator.
  • Ukuran karya:   Karya 2 dimensi (minimal 1×1 m dan maksimal lebar 3x4m)

Karya 3 dimensi (minimal 50 cm3 dan maksimal 3 m3)

Karya instalasi (maksimal 3 m3)

Dengan diperbolehkan pilihan secara vertikal ataupun horizontal.

  • Pilihan Ukuran, materi dan bentuk karya yang bersifat khusus harus dibicarakan dengan pihak kurator.
  1. PENGEPAKAN DAN PENGIRIMAN KARYA
  • Pengepakkan dan pengiriman karya ke Galeri Nasional Indonesia (Jakarta) adalah tanggung jawab peserta pameran. (Bukti / Dokumen pengiriman harap disimpan, untuk mengantisipasi bila dimungkinkan tersedia biaya pengganti dari pihak panitia)
  • Masing-masing perserta disarankan menyiapkan kemasan bungkus atau kotak karya yang memadai  sehingga tidak akan mengakibatkan kerusakan karya saat proses pengiriman karya
  • Peserta wajib mengirimkan karyanya dalam kondisi finish siap pajang/display.
  • Bagi karya peserta yang menggunakan pigura, maka peserta WAJIB mengirimkan karyanya dalam kondisi SUDAH DIPIGURA (frame)/ finish.
  • Karya paling lambat diterima di Galeri Nasional Indonesia tanggal 30 April 2013
  • Alamat pengiriman karya:

(sama dengan Alamat pengembalian Formulir Pendaftaran/ Kesediaan calon peserta diatas)

  • Pengepakkan kembali dan pengiriman ulang karya kepada perupa/peserta adalah tanggung jawab pihak Galeri Nasional Indonesia.
  1. DISPLAY KARYA
  • Display karya adalah hak dan tanggung jawab kurator pameran dan Galeri Nasional Indonesia.
  • Pemasangan atau display karya yang bersifat khusus akan didiskusikan oleh kurator dengan pihak perupa/peserta yang bersangkutan.
  • Pengadaan alat yang digunakan untuk presentasi karya adalah tanggung jawab masing-masing peserta yang menggunakannya.
  1. PUBLIKASI
  • Galeri Nasional Indonesia akan memproduksi katalog pameran.
  • Publikasi kegiatan akan dilakukan melalui berbagai saluran promosi dan interaksi elektronik.
  • Undangan dan poster pameran akan diproduksi Galeri Nasional Indonesia.
  • Galeri Nasional Indonesia akan menyelenggarakan kegiatan press confeerence dan menyebarkan press release menjelang pelaksanaan kegiatan.
  1. RANGKAIAN KEGIATAN
  • Kegiatan pameran akan dilengkapi oleh rangkaian kegiatan : Temu Perupa Nasional

Hari / Tanggal                    : Kamis, 9 Mei 2013

Waktu                                    : pukul 10.00 WIB hingga selesai.

CATATAN : TENGGAT WAKTU PENTING (TIME FRAME)

  1. Pendaftaran Kesertaan Peserta Pameran,

Pengumpulan Biodata Seniman dan

Pengumpulan Image/photo karya, Proses berkarya             20 Maret – 10 April 2013

  1. Proses seleksi tim kurator                                                                  15 – 16 April 2013
  2. Pengumuman Karya/Peserta terpilih                                           17 April 2013
  3. Pengiriman Karya ke GNI                                                                   18 – 30 April 2013
  4. Display Karya                                                                                           3 – 7 Mei 2013
  5. Pembukaan Pameran                                                                           8 Mei 2013
  6. Pameran Seni Rupa Nusantara 2013 ”Meta – Amuk”        8 – 24 Mei 2013
  7. Pembongkaran Display Karya                                                          25 – 26 Mei 2013
  8. Pengembalian Karya pada Peserta                                                 29 Mei – 29 Juni 2013

1 Comment

Danny Irawan

Judul Karya :   Yang Menghias Saat Ini
 Tahun :   2010
Medium/Teknik :   Pencil, Oil on Canvas
Ukuran :  150 x 200 cm
 
Nama :   Danny Irawan
Alamat :   Jl. Raya Mustika Jaya No.60 Ciketing Rt 01/09 Bekasi
Tel/Fax :  081585694000
e-mail : bening_maysa@yahoo.com

Leave a comment

Chandra Tresnadi

  • Nama : Chandra Tresnadi
  • Jenis Kelamin : Laki-laki
  • Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 13 Februari 1979
  • Kewarganegaraan : Indonesia
  • Agama : Islam
  • Status Perkawinan : belum menikah
  • Pekerjaan : desainer dan asisten sosen
  • Alamat Surat              : Jl. Terusan Sangkuriang No 54,
                                             Bandung 40135, Jawa Barat, Indonesia
  • Alamat Kantor : KK-IDBV FSRD ITB Jl. Ganesha 10 Bandung 40132
  • E-mail Address : cloewich@yahoo.com | cloewich@gmail.com

Pendidikan

2010-sekarang |
Tahun pertama Program Doktor
Ilmu Seni Rupa dan Desain
Fakultas Seni Rupa dan Desain | Institut Tekonlogi Bandung
Proposal Disertasi: Interaktif-Visual pada Permainan-Digital Batik
2007-2009 |
Program Master
Magister Design (Game Technology)
Fakultas Seni Rupa dan Desain | Institut Tekonlogi Bandung
Projek Thesis: Perancangan Game-Participatory Batik, NITIKI
1998-2002 |
Program Sarjana
Program Studi Kriya Seni (Tekstil)
Departemen Desain | Fakultas Seni Rupa dan Desain | Institut Tekonlogi Bandung
Tugas Akhir: Eksplorasi Batik-Multilayer
 
Lingkup Profesi
Game-Participatory (digital-game untuk publik) | Desain Interaktif| Peneliti Desain | Pendidikan Desain | Kriya Batik
 

Pembicara

2011
NITIKI, Game Participatory Batik di depan mahasiswa S2 Game FSRD ITB, Bandung;
NITIKI, Game Participatory Batik di Institut Manajemen Telkom, Bandung;
NITIKI, Game Participatory Batik di depan mahasiswa D4 FSRD ITB, Bandung;
2010
NITIKI, Game Participatory Batik di TEDx Jakarta, PPHUI, Jakarta;
NITIKI, Game Participatory Batik di depan mahasiswa D4 FSRD ITB, Bandung;
NITIKI, Game Participatory Batik di Innovation Night IYCE Award 2010, British Council Indonesia, Santika Hotel BSD-Tangerang;
NITIKI, Game Participatory Batik di Pararel Session The 2nd Indonesian International Conference of Innovation, Entrepreneurship, and Small Business, UMN, Tangerang.
2009
Seminar bersama, FSRD ITB & University of Malaysia, Soemardja Gallery, ITB, Bandung.
NITIKI Batik Gaming, Design Innovation + Technology Innovation to Developing Batik World di Pekan Batik Internasional 2009,Pekalongan, Central Java.
2008
NITIKI, Game Participatory Batik di PechaKucha Night Bandung vol#1, Labo D’Mori, Bandung.
NITIKI, Game Participatory Batik di Digital Innovation ITB, Bandung.
 

Penghargaan pilihan

2011
Finalis 95 besar Lomba Desain Batik Nasional, Yayasan Akar Wangi Yogyakarta;
Indonesia Digitalpreneur 100, kategori game developer, majalah SWAsembada, edisi 17-02-2011.
2010
Finalis 10 besar Interactive Young Creative Entrepreneur Award 2010, British Council, Sektor Interactive;
NITIKI, Game-Participatory Batik sebagai pemenang utama Digital Interactive Media pada INAICTA Award 2010, Jakarta;
NITIKI, Game-Participatory Batik sebagai Best Paper pada Pararel Session of The 2nd Indonesian International Conference of Innovation, Entrepreneurship, and Small Business, UMN, Tangerang.
2009
Juara ke-3. Lomba sampul Al Qur’an Asy-Syamil, Bandung.
2007
Nominator dan Pilihan Juri pada 1001 Indie Smile Contest, Jakarta.
2006
Finalis 70 besar, Jakarta Art Awards 2006.

Leave a comment

Akmal Jaya

Konsep Karya
Masyarakat di Minangkabau menggunakan alat untuk menggiling cabe atau bumbu masak yang disebut batu lado atau pada umumnya dikenal dengan istilah cobek dan ulekan, yang berbentuk bulat pipih dan penggilingnya bulat. Saya terinspirasi cara kerja alat tersebut yang mana membutuhkan dan berinteraksi dari yang satu dengan lainnya.
Ornamen yang menghiasi batu lado ( cobek dan ulekan ) tersebut berasal dari Sumatra Barat berbentuk Itik Pulang Patang yang merupakan lambang kerukunan dan ketertiban. Mereka akan serentak ke kandang diwaktu senja dan serentak keluar di pagi hari. Ini adalah teladan yang baik bagi kita sebagai umat manusia supaya seiya sekata dalam mencarai kehidupan.
Nama                                              : AKMAL JAYA
Tempat Tanggal Lahir             : Born in Rengat, 11 Juni 1966
Pendidikan Terakhir                : Institut Seni Indonesia  ISI Yogyakarta
Alamat                                           : Komp. Industri Sadang Rahayu Kav. 39 No. A 7
Bandung
Telp                                                 : 022 – 5425588
Fax                                                  : 022 – 5423636
Email                                              : izakuiki@ymail.com
Group Exhibition
2010
–           Pameran Bakaba, Komunikasi Seni Sakato, Jogja, Nasional Museum, Yogyakarta
2009
–           Pameran Patung Mengingat affandi Museum Affandi, Yogyakarta
–           Bienalle X Jogya “Jogja Jamming”, Yogyakarta
2004
–           Pameran Bersama, Membaca Dunia Widayat, Museum H. Widayat, Magelang
–           Membaca Kembali Konvensi, Edwin Gallery, Jakatra
2003
–           Pameran Bersama, Borobudur International Festival, H. Widayat, Magelan
–           Pameran bersama Mc Row Media Contemporary Sculpture Exhibition Gallery Langgeng, Magelang 2002
–           Pameran Bersama Lukis dan Patung “Manusia 2002” Dirix Art Gallery, Yogyakarta
–           Pameran Patung Bersama “patung@eg.com, Edwin gallery, Jakarta
2001
–           pameran Bersama Galangan Seni Sakato 2001, Yogyakarta
–           Pameran Bersama – Grand Opening Oktober Gallery, Yogyakarta
–           Pameran Bersama, Not Just the Political, Museum H. Widayat, Magelang
2000
–           Pameran Seni Patung Indonesia 2000, yogyakarta
–           Pameran Seni Patung Delapan Perupa Yogya , Hotel Ciputra, Jakarta
1999
–           Pameran Seni Patung, Gedung Societet, Yogyakarta
–           Pameran Patung Indoor – outdoor sculture in Freedom, Museum affandi – Dirix Art Gallery, Yogyakarta
–           Pameran Bersama, Sakato III, Yogyakarta
1998
–           Pameran Bersama, Potret Malioboro, Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta
1997
–           Pameran Festival Kesenian Yogyakarta IX, Yogyakarta
–           Pameran Syawalan, Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta
1996
–           Pameran Festival Kesenian Yogyakarta VIII, Yogyakarta
–           Pameran Bersama, Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta
–           Pameran Bersama, Hotel Mustika Sheraton, Yogyakarta
1992
–           Pameran seni Lukis Muda, Yogyakarta
1991
–           Solidaritas, Seni Sono, Yogyakarta

Leave a comment

I Ketut Sutawan

Konsep karya

Foto diatas adalah relief manusia yang sedang mengendarai sepeda. relief ini terukir di dinding tembok bagian dalam Pura Madue Karang di Desa Kubutambahan, Singaraja, Bali. Pura ini merupakan salah satu cagar budaya dan telah ada pada jaman kolonialisme Belanda. Relief ini sangat menarik karena wajah manusia pada relief ini bersifat kartunis dan mengendarai sepeda yang bannya berbentuk bunga. Saya sengaja mendistorsikan foto ini dengan bantuan software pengolah gambar dengan tujuan lebih mendinamisasi objek foto tersebut. relief ini terkesan berani keluar dari pakem-pakem tradisi, dimana pada saat itu seniman pahat lebih banyak mengambil tema tentang kisah – kisah pewayangan. relief ini menjadi menarik karena keluar dari pakem tradisi dalam pemilihan temanya dan terkesan kontemporer.

Biodata

Nama :   I Ketut Sutawan

TTL : Br. Selat , 15 Agustus 1988

Alamat :   Jl. Jend. Sudirman, Gg.03, No.04, Kel. Banyuasri, Singaraja, Bali

Prestasi :Pameran fotografi bersama BPFI (Bali Photographer For Indonesia) 2010 di Art Centre,  Denpasar

Pameran fotografi ZOOM IN BALI 2010 di Bentara Budaya Bali

Leave a comment

I Wayan Juni Antara

Judul Karya : transposisi
Tahun : 2011
Medium/Teknik : acrylic and oil on canvas, 130 x 130cm

Konsep Karya
Karya ini adalah upaya saya dalam menafsir tema imaji ornament, secara tekstual saya menghadirkan objek wayang kamasan dan naruto. Penghadiran objek yang terkesan ekletik tersebut, secara kontekstual mempresentasikan seputar wacana etnisitasdalam seni rupa kontemporer, yakni interaksi antara yang local dan yang global. Disamping itu ketika kita bicara ornament maka menurutsaya wayang adalah puncak dari ornamen itu, dalam wayanglah seni ornamen mendapat tubuhnyayang aplikatif. Lewat presentasi karya saya yang melakukan tumpang tindih wayang dengan Naruto dalam repetisi bidang-bidang persegi adalah upaya saya dalam mengemas wayang kamasandalam tampilan yang lebih variatif dan terasa nilaikebaruannya. Dengan tampilan yang lebih variatif danterasa nilai kebaruanya, saya berharap wacana untuk mengangkat kosa rupa sebagaibahasa visual dalam seni rupa kontemporer dapat menemukan bentuknya. Tradisi melalui ornamen memang perlu hadir secara utuhsebagai bahasa, kehadiranya menurut sayaharus ditampilkan dalam kemasanatau metoda visualisasi yang lebih variatif dantidak konvensional. Narasi yang terbentuk dari Naruto dan wayang kamasan adalah seputar penghadiran lokalitas dalam kemasan kontemporer. Naruto sebagai ikon komik yang mampu mendunia sebenarnya di kontruksi oleh lokalitas dan etnisitas Jepang melalui metoda visualisasi ala manga, tradisi Bali dalam hal ini diwakili wayang kamasan perlu berkaca dari bagaimana jepang mengemas etnisitasnya melalui komikataupun manga.

BIODATA:

Nama              : I Wayan Juni Antara
Ttl                    : Gianyar, 24 Juni 1986
Pendidikan    : S1 Pendidikan Seni Rupa UNDIKSHA Singaraja
Email              : antarajuni27@yahoo.com
Pengalaman    :
•    2010
¬    Pameran Tugas Akhir “Self-Realization”, Museum Puri Lukisan, Ratna Wartha Ubud, Bali.
¬     Pameran Lukis Bersama UNDIKSHA Singaraja dan ISI Denpasar. Eksplo[ra]si  Hanna Artspace.Ubud,Bali.
¬    Pameran Art Jog 10 ” Indonesian Art Now : The Strategis of Being” Taman Budaya Yogyakarta
¬    Peformance Art  “Dewi Seri “ Nyuh Kuning Ubud, Bali.

•    2009
¬    Pameran lelang bersama GAMASERA di Taman kota Singaraja.
¬    Lukis bersama di Taman kota Singaraja, serangkaian MGS Seni Rupa Undiksha.

•    2007
¬    Melukis bersama Festival Kesenian Indonesia ke-5, di ISI Denpasar.
¬    Pameran bersama  ” Big Sale Art ” Gamasera di Taman Kota Singaraja.
¬    Pameran karya mandiri HUT Gamasera ke-21, Singaraja, Bali.

Leave a comment

Widi S.M

Leave a comment

I Putu Muji Antara a.k.a Bolit

Judul Karya                   : I’m not Confident without You
Tahun                             : 2010
Medium/Teknik           : Oil On Canvas

Konsep Karya

Realitas konsumsi kini tengah melanda masyarakat dunia terutama masyarakat negara berkembang. Hal ini merupakan suatu realitas dari semakin membludaknya serbuan produk-produk import yang dihasilkan oleh kapital-kapital besar di negara maju, melalui iklan sebagai media propagandanya. Masyarakat negara-negara berkembang, termasuk Indonesia dan Bali sebagai bagiannya, kini tengah dilanda oleh budaya konsumerisme terhadap produk-produk impor yang menjanjikan kepraktisan dan keserbamudahan. Sehingga nilai kolektif masyarakat Bali yang terkenal produktif kini bergeser menjadi masyarakat individual yang konsumtif . Begitupula yang terjadi dalam dunia kecantikan, Para wanita kini berlomba-lomba berpenampilan semenarik mungkin sehingga mereka tetap eksis dalam pergaulannya.

Hal tersebutlah yang coba saya hadirkan dalam karya yang berjudul “I’m Not Confident without You”. Karya ini sebagai penanda bagaimana seorang wanita yang tengah mengagungkan suatu barang yaitu “lipstick” layaknya melakukan  pemujaan terhadap Sang Pencipta. Wanita masa kini tengah menjadi “objek” dari hegemoni negara-negara produsen, dalam hal ini barang kosmetik yang kini semakin gencar melakukan promosinya. Barang yang ditawarkan pun sangat beragam, mulai dari perawatan ujung rambut sampai pada ujung kaki kini telah disediakan dan semakin mudah didapat. Mereka (Negara produsen) telah berhasil meracuni otak para wanita,  bahwa mereka yang ‘dianggap’ cantik haruslah berkulit putih, hidung mancung, rambut lurus dan sebagainya. Begitu pula dalam karya “Fashion Victim” saya mencoba menghadirkan budaya tattoo modern yang kini tengah menggejala dalam kehidupan fashion wanita Bali. Kini seni rajah tubuh ini telah banyak melekat di tubuh-tubuh molek perempuan Bali. Mereka secara sadar mentatto tubuh mereka dengan alasan memperindah penampilan.

Kultur asing yang terus merangsek masuk dan diadopsi secara tidak cerdas, mengakibatkan sebagian wanita Bali kini tampak semakin tidak memiliki identitas lagi. Mereka seakan kehilangan jati dirinya. Budaya dan tradisi kini hanya sebagai latar belakang dan penghias identitas belaka. Pada karya ini, hadirlah motif-motif yang sangat kentara yaitu motif tradisional Bali sebagai latar belakang yang kemudian mencoba metutup wajah namun tersamarkan. Hal ini menandai bahwa tradisi hanya sebagai latar belakang belaka yang mulai tersamarkan. Ketika kita bertanya tentang wanita Bali mungkin ingatan kita tertuju pada sesosok wanita yang mengenakan pakaian adat Bali dengan kebaya dan kemben yang membawa sesajen saat melakukan persembahyangan di pura, akan tetapi ketika mereka menanggalkan identitas ekstern itu, masihkah kita mengenali mereka sebagai wanita Bali? Mari kita hayati kembali hakekat sebuah identitas yang akan selalu menjadi dan berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Hendaknya kita menjadi pribadi yang cerdas dalam mengkonsumsi budaya asing yang terus memaksa masuk. Saya rasa menghidupkan dan menggali kembali budaya tradisi bisa menjadi salah satu cara kita agar tidak kehilangan jati diri.

I Putu Muji Antara a.k.a Bolit

Lahir : Padangtegal, 27 Oktober , 1988

Alamat            : Jln.Sugriwa, Gg. Menda No. 1, Banjar Padangtegal Mekarsari,   Ubud-Gianyar-Bali

Pendidikan : Mahasiswa semester 8 Jurusan Pendidikan Seni Rupa-Undiksa,        Singaraja

Mobile : 085737592899

Email : bolitantara@yahoo.co.id

Pengalaman pameran:

  • Art(SEM) at Semarang, Central Java, 2011
  • “ SHARING” at Ten Fine Art Galery, Sanur, Bali, 2010
  • EKSPLO[RA]SI at Hanna Art Space, Ubud, Bali,2010
  • Cerita Hari Ini at Museum Sidik Jari, Denpasar, 2010
  • 2nd  annual ART and PHOTOGRAFI EXHIBITION,

Indonesian Heritage Society at Sentral Senayan 1, Jakarta, 2010

  • Hi Grapher at Jogja National Museum, Yogyakarta, 2010.
  • Membaca Bulian at Neka Art Museum, Ubud- Bali, 2009.

Painting and poster competition :

  • Top 10 finalist of poster competition in event of Socialization in using Generic Medicine, at Indonesian Health of Department, Jakarta, 2006
  • 1st Winner in Poster Competition at SMA Negeri 1 Gianyar (Senior High School), Bali, 2006
  • 3rd Winner in Painting Competition of PORSENIJAR at Bale Budaya Gianyar, Bali, 2007

Leave a comment

I Wayan Gede Santiyasa

KONSEP BERKARYA

Ada beberapa hal yang menyebabkan saya tertarik untuk mengangkat Ornamen Jajan Sarad ini sebagai  ide penciptaan dalam berkarya, yang salah satunya adalah melalui berbagai citra yang diperlihatkan melalui visualisasi  yang ditampilkannya. Citra disini dapat diartikan sebagai karakter yang tersirat pada sesuatu yang spesifik yang tidak ada pada bentuk atau benda lain. Citra khas Jajan Sarad ini muncul  dari berbagai keunikan yang dimilikinya seperti lewat warna-warnanya, bentuk-bentuk ornamennya dll, hingga Ornamen Jajan Sarad ini mampu membangkitkan spirit religiusitas bagi orang yang melihatnya.

Melalui berbagi tangkapan citra tersebut yang di dapat lewat visual Jajan Sarad tersebut , khususnya dari ornamennya, merangsang saya untuk mencipta atau mengungkapkannya kembali  dalam bentuk baru. Dengan menggunakan potongan-potongan ornamen pada objek atau bentuk-bentuk tertentu, saya bermagsud untuk menampilkan citra baru yang diinginkan tersebut. Tentu pemunculan citra baru ini tidak lagi secara utuh seperti Jajan Sarad pada awalnya. Tapi merupakan tangkapan pada pengamatan indrawi serta berbagai informasi yang sudah diendapkan , dan diramu dengan emosi kejiwaan pada saat dan kondisi tertentu yang niscaya akan menghasilkan citra yang berbeda dengan tujutan atau magsud awal serta kegunaan  dari Jajan Sarad ini dibuat pada mulanya.

Lukisan Pertama

Judul  : Terikat Romantisme II

Bahan :  Mixed media on board,2011

BIODATA  DIRI

Nama      :   I Wayan Gede Santiyasa

Tempat  dan tanggal lahir   :    Denpasar, 2 February 1974

Alamat   :   Denpasar Jalan Letda Winda Gg IV no 1, Bali 

 

AKTIFITAS PAMERAN

1994 :   Pameran bersama Sanggar Dewata Indonesia di Museum Nyoman Gunarsa Klungkung Bali

Pameran bersama Kelompok Prasida’93 di Bentara Budaya Yogyakarta

1995 :   Pameran Hitam Putih Plus di Show Room ISI Yogyakarta

Pameran Sanggar Dewata Indonesia di Museum Nyoman Gunarsa Papringan Yogyakarta

Pameran ‘Kecil’   Kelompok Prasida ’93 di Sasana Aji Yasa Yogyakarta

1996   :   Pameran 25-th SDI di Purna Budaya Yogyakarta

Pameran ‘BALI IMAGE’ Kelompok Tujuh di Sika Gallery Ubud Bali

Pameran Sanggar Dewata Indonesia di Sika Gallery Ubud Bali

1997 :  Pameran bersama SDI di Taman Budaya Surakarta

Pameran bersama Dies Natalis ISI Yogyakarta di Gallery ISI Yogyakarta

Pameran Kelompok Tujuh di Bentara Budaya Yogyakarta

1998 :   Pameran Festival of Abstraktion di Duta Fine Art Jakarta

Pameran 28-th SDI di Benteng Vredeburg Yogyakarta

Pameran Philip Moris di Jakarta

Pameran Dies Natalis ISI Yogyakarta

1999 :   Pameran Festival Kesenian Indonesia di Yogyakarta

Pameran bersama di Candi Boko Yogyakarta

Pameran Affandi Prize di Yogyakarta

Pameran Kelompok Prasida’93 di Museum Vredeburg Yogyakarta

2000 :   Pameran Sanggar Dewata Indonesia di enam museum berbeda di Bali

2001 :   Pameran Reuni Keluarga Singojayan di Benteng Vredeburg Yogyakarta

Pameran Sanggar Dewata Indonesia di Gallery Nasional Jakarta

2003   :   Pameran Djagoer Art ‘Dari dalam Diri’ di Art Centre Bali.

2004   :   Pameran bersama “ Termogram” di museum Neka Bali

2009     :   Pameran Kelompok Djagoer di Ten Fine Art Gallery Sanur Bali

2010    :   Pameran Bersama Sanggar Dewata Bali di Bentara Budaya Bali

PENGHARGAAN

1996 ;   Penghargaan Seni Lukis Cat Air terbaik dari ISI Yogyakarta

1998 :   Finalis Philip Moris Indonesian Art Award

1999 :   Nominator 5 besar Affandi Prize

Leave a comment

I Gusti Made Wisatawan, S.Sn

Judul Karya I :  “Senandung Bumi”

Tahun :  2011

Medium/Teknik :  mixed media on canvas

Konsep karya                        :

Tanah (pertiwi), api/panas (teja), air (apah), angin/udara (bayu), dan ruang hampa (akasa) merupakan lima unsur dasar pembentuk alam semesta atau Buana Agung maupun Buana Alit (manusia). Konsep ini dikenal luas dalam budaya masyarakat Bali dengan sebutan Panca Maha Bhuta. Kelima unsur inilah yang kemudian selalu berinteraksi menciptakan suatu dinamika sebagai cikal bakal terbentuknya kehidupan.

Kolaborasi manusia dengan kelima unsur ini sejak dahulu telah menghasilkan tonggak-tonggak kebudayaan sebagai akumulasi dari proses berfikir dan survival dari para leluhur manusia. Artefak berupa terakota, teknik logam, sampai seni keramik adalah bukti eksistensi dari kolaborasi tersebut. Di dalam dunia simbol yang diwariskan oleh kearifan lokal (local genius) membahasakan kekuatan unsur-unsur tersebut melalui pengulangan bentuk baik berupa motif maupun ragam hias. Sangatlah jelas jika ditelisik secara terinci akan keberlangsungannya, dan yang paling menarik saya adalah pamor pada bilah-bilah keris dimana unsur pengulangan bentuk dan garis sebagai ornamen terjadi melibatkan kelima unsur ini secara sedemikian rupa sehingga jejak keterlibatan tangan manusia tidaklah terlalu dominan dan hanya menjadi mediator saja.

Melukis saya terjemahkan sebagai suatu proses ekspresi yang melibatkan gejolak dari kelima unsur (panca maha butha) sebagai faktor intrinsik yang menggerakkan cipta rasa dan karsa. Unsur-unsur ini beresonansi dengan segala gejala alam sebagai faktor eksternal dalam proses penciptaan. Karena sejatinya faktor-faktor tersebut adalah sama secara esensi, sehingga dapat saya klaim bahwa inilah kekuatan instingtif yang membangun karya-karya seni seperti yang saya coba ungkapkan.

Tentu saja suatu karya seni tidaklah hadir dari ruang hampa, melainkan bergetar berbarengan dengan impuls-impuls yang dipancarkan oleh lingkungan di sekitar entitas tersebut. Sebut saja sepuluh tahun kebelakang, dimana bumi dengan segala keegoannya sedang mempertunjukkan kekuatan. Lumpur yang menenggelamkan Sidoarjo, tsunami di Aceh, gempa di Padang, Wasior, Merapi, sampai terakhir di kepulauan Jepang adalah suatu sinyalemen akan keberadaan kekuatan alam di atas. Melukis tidaklah menyadur melainkan suatu proses yang menghubungkan antara komponen-komponen dalam diri manusia dan dunia untuk mengingatkan kesejatian akan ke-ikat-annya.

Dalam karya “senandung bumi” adalah suatu komposisi gerak bumi (pertiwi) yang sedemikian rupa bergetar dari sekat-sekat dan ruang menembus selaput lempeng dan kulit bumi yang menggerakkan sendi-sendi dalam raga yang ikut bergelora seirama dengan alunan lagunya. Pencitraan akan gerak dalam susunan garis dan warna yang sedemikian rupa di dalam sekat-sekat ruang yang saya wakilkan melalui susunan beberapa kanvas, merupakan suatu respons atas tema “imaji ornamen” kali ini.

I Gusti Made Wisatawan, S.Sn

Lahir : Singaraja, 28 April 1980

Alamat : Jl. Katrangan Denpasar Gg. XII No. 5

Mobile : 081 916 358 101

E-mail : wisbagus@yahoo.com

Pendidikan : Institut Seni Indonesia Denpasar

Pameran :

2003 * “Karya Kita” Museum Sidik Jari Denpasar.

2005    * “Lawar Art” Massary Art Gallery Ubud.

2006    *“Between Dekonstruction and Repetition” perpustakaan umum dan arsip kota Malang.

2008    * Pameran karya Tugas Akhir,  kampus ISI Denpasar.

*  “Perdamaian dalam Keragaman Budaya”, Museum Neka, Ubud-Bali.

*  “Kebebasan Nurani” kelompok 72, Pharos Gallery, Sukawati. Gianyar.

*  “Mini Art”, Tangkas Gallery Ubud.

*  “Art of Living”, Inna Grand Bali Beach Hotel, Sanur.

*  “F*# Lifestyle” Flo Fashion Lounge & Resto, Denpasar.

Penghargaan: 

* Peraih sepuluh karya terbaik lomba lukis se-Jawa, Bali & NTB dalam rangka Dies Natalis V & Wisuda IX STKIP Singaraja 1998.

* Sepuluh besar lomba lukis se-Bali dalam rangka hari AIDS, Yayasan Manikaya Kauci – US Aid 1998.

Leave a comment